"Apa kabar kawan? Loong Time no see, kemana aja lo atau you mati...Senang rasanya bertemu kembali.."
lalu aku jawab:
"Aku kembali.....tlah sekian lama....mencari arti....Jalani mimpi....Ku kembali tempat dimana ku bisa bersembunyi, hanya disini, kulepaskan resah hari."
-----------------------------------------------------------------------------------------
Sore hari yang diselimuti awan berjari dan berkaki seolah memberikan layar putih yang didalamnya ada gambar diri. Gambar tentang 9 manusia yang pada mulanya hanya sekedar pegiat rutinitas belajar semata. Begitu jelas dan begitu nyata tentang gambar itu, apa lagi Barista yang duduk dengan muka "Nyantheng" memutarkan lagu yang sengaja membuatku terdiam. Iya, benar adanya terdiam. Aku berbenak " sialan, sengaja banget ini orang mutar lagu ini, sengaja banget!!"
Setelah aku dimakan oleh senja yang begitu mendung, lalu aku beranjak untuk membalikan pikiranku pada ruang kosong berjarak tambang yang tergenang pada arus pikiranku. Semua tiba - tiba menjadi hiruk pikuk dan ber gejala muda di pikiranku. Aku sesaki semua tanganku dan layar yang aku tatap hampir 5 jam rasanya dia amat marah karena tatapanku yang begitu emosional. Aku mencari semua yang pernah tersaji dengan rapi. Namun hanya ini yang berhasil aku gapai tentang mimpi, mimpi kita semua yang pernah berdusta bahwa kita tidak merokok atau minum Ciu yang ada di sebelah panggung, meskipun terkadang kita memang dipaksa keadaan. Tapi ini yang ikin aku katakan pada kalian:
1. Dia datang
|
Kamu penyebab pertamanya! Ndot!! |
Dia datang menghampiriku di siang riang saat aku memainkan nada - nada yang diselancarkan oleh Tom Delonge. Studio saat ini penuh sesak oleh para audisional yang mencari eksistensi tentang keberadaan mereka. Datang dengan sebongkah tembakau dan kaca mata tebalnya, membantuku mencari jati diri si kunci melodi yang aku buat. Saat aku keluar dari studio yang dilengkapi peredam suara itu, dia hanya mengucapkan " ko terlalu mainstrem, band - band an kuwe nggolet seneng, nggolet wong sing nonton juga seneng (kamu terlalu manstrem, main band itu mencari kesenangan agar yang menikmati musik kita juga senang)."
Dia mengajakku bergegas menuju rumah Ole, si pemain judi yang pintar mencetak 3 angka di lapangan basket. Diajaklah putra dari pak Yadin ini untuk bercumbu dengan melodi 4 senar. Ole menyetujuinya dan dia menyarankanku untuk kerumah pak Tri. Bukan, bukan untuk nyaleg, tapi untuk membujuk si kribo yang paling gaul se kompleknya, semarang kidul. Awalnya si kribo menolak karena dia terlalu pendek, bukan pendek tubuhnya, tapi pendek keberaniannya. Akhirnya si bendot meyakinkan kalau si kribo bisa memainkannya.
Selang beberapa hari, hadirlah si gendut nan tampan dari kelas 10 enam. Dia biasa bernyanyi di pelataran kelasnya dengan begitu leluasa hingga tak sadar sebenarnya kancing bajunya sudah terbiasa terlepas karena tidak muat lagi. Tanpa banyak basa basi, si gendut pun mengiyakan. Setelah semuanya terkumpul, diantara kita berfikir bukan, bahwa kita butuh ketukan seperti kendang yang biasa dimainkan pada alur Jamaika? Terpikirlah dari kita untuk menyambangi si pecinta wanita yang hingga saat ini belum bisa berhubungan resmi lebih dari satu bulan. Hanya untuk memainkan isi perut dari ketukan itu. Setelah itu terjadi, kita semua berfikir bukan? kita membutuhkan orang yang pintar untuk senam jari pada papan seribu nada di setting piano? Saat itu aku disarankan untuk menjilat ludahku sendiri karena orang yang akan disambangi saat ini bukan lain adalah Ibe, iya Ibe. Orang yang pernah hampir aku pukul di hari jum'at karena dia dengan berani membuka kerudung dari --ah faaaak disebut kan....., mantanku!!--. Saat itu emosiku sudah begitu melanda membanjiri sekujur tubuh untuk menghantam Ibe. Namun Allah masih memberikanku seribu kesabaran karena saat itu hari Jum'at, Thank's God It's Friday!. Pertama kali aku kembali bertemu dengan Ibe, aku masih pasang muka masam dan pura - pura tak perduli. Awalnya masih canggung untuk berbicara, masih basa basi, hingga akhirnya semua menjadi cair karena kelakuan Ole, Bendot, Galih, Fandi, dan Satya. Asuuuu emang kalian semua!!!! ahhahaha
Setelah semua menjadi cair secair salju, berangkatlah kami pada pementasan pertama. Pementasan yang saat itu butuh image yang baik untuk seterusnya. Karena saat itu butuh Image, kita semua berfikir butuh sesosok wanita untuk menarik perhatian bukan? hehehe, namanya Olga (pacarnya si Aan Krandegan). Olga pun tidak terlalu lama basa basi dan akhirnya kita berpentas pertama.
|
First Action At AMPG KPPG Musik Contest |
2. Terus - Terusan
Penampilan perdana yang tidak begitu memalukan, meskipun ekspresi kita memalukan saat selesai berpesta karena kita semua banyak celoteh sana sini. Tapi biarkan sajalah, tanpa begitu kita tak akan bernah bisa menyatu. Beberapa minggu kesekian, kita semua kembali diundang untuk mengisi dan menghangatkan daerah Paweden. Kita semua berangkat bersama, aku masih menggunakan Vespa klasik punya bapakku dan seperti biasa, Ibe minta dijemput Fandi dan selalu mengeluh dijalan. Walaupun tanpa imbalan apapun, kita semua berirama pada hari itu, kalian lupa?ini masih ada buktinya. Bahkan mas Toni saat itu begitu bersemangat dengan kita... Lihat pula, si pecinta wanita masih ngetuk - ngetuk jimbe.
|
featuring mas Toni. |
|
Dingin si, tapi rela bagi - bagi :) |
Sekiranya seperti itu awal mula dari kita, namanya saja masih Thumband Reggae jadi ya mainnya masih kadang - kadang gitu ya. Baiklah, lekas dan bari kita bergegas untuk menuju panggung berikutnya yang akan lebih penuh sesak. Oiya, awal mula kita manggung masih ingat hanya berapa yang nonton dan berapa yang ikut bergoyang? hehe, coba kalian ingat - ingat saat itu mungkin lebih dari hitungan jari tidak ada.
3. Diubah sajalah namanya, jangan Thumband. Ganti jadi Thumband Javanesse Raggae!
Jikalau sehari bertemu tanpa adanya debat dan ngutang saat latihan bukanlah kita. Atau si satya yang suka nggodain mba ida di studio. Entah apa lah kelakuannya, atau Ibe yang manja minta di jemput dan Ole yang suka tambal ban di tempatnya pak Ibud. Wes kabeh rubes dewek - dewek. Tapi seperti itulah kita hingga suatu saat diantara kita tercentuk untuk merubah nama biar keren katanya. Entah keren di lihat dari mana juga aku tidak peduli, namun nama ini cukup membuat hati berbekas dengan segala kenyataannya. Ya, nama inilah yang kita sepakati hingga si pecinta wanita berubah posisi menjadi penyanyi. Ditambahlah si Opa Acil dan mas Adunk dengan kemampuan skate board nya mengisi posisi Satya. Sepertinya posisi ini cukup panas karena di isi oleh dua orang yang saling bergantian. (NB: Asal jangan gantian pasangan ya ) Sederhana saja, kita beri nama baru:
|
new name, new brand |
4. Serangkaian Kisah dari Kita
|
Coba sebutkan satu per satu lagu yang pernah kita nyanyikan bersama. Gelap pun tak akan menutup telinga kalian untuk terus mendengarkan ayunan gendang dan jimbe kalian. Petang menjadi kehangatan hingga karena rela menghampiri satu per satu dari individu yang duduk tercengan melihat kalian. Hanya untuk mengajaknya berdansa dan melupakan semua masalah mereka. Ya, kalian mengajak yang duduk untuk berdansa pada mulanya.
|
|
Atau kita yang meramaikan festival tanpa di kasih pinjam jimbe oleh teman kita sendiri? Semua bergerutu dan menghisap cerutu setelah itu, duduk bersama dan menenangkan diri bersama. Panggung yang hampir sepi pernah kita temui dan kita lalu secara naluri dan emosi. Meskipun Galih selalu terdiam dan gigit jari, tapi dia berkonsentrasi pada melodi.
|
|
dan si penjudi yang selalu mengajarkan kita tersenyum, riang, dan berirama dalam kondisi apapun. Semarah apapun yang kita alami diatas panggung dan se hina apa ketika kita ditipu daya oleh ego kita masing - masing. |
|
Semua hanya perlu pejamkan mata dan menikmati alunan kasih sayang dari nada kita masing - masing. Hingar bingar di depan kita hanyalah imajinasi sementara jika kita tidak menikmatinya.
|
|
Pejamkan saja hingga kita berganti tangan dan genggaman. Semua hanya butuh dinikmati dan dirasakan. Mengalir dan nikmati tanpa beban dihati. Ayo kita semua nyanyi bersama, bersenandung tentang "don't worry"
|
|
Atau jika kita lelah pada rutinitas kita, teriaklah sekencang - kencangnya. Hempaskanlah irama yang mengganggu penat dalam telinga dan detak irama. Pernahkah untuk mencoba berguling diatas pasir sembari kaki - kaki kita semua telanjang? lakukan saja karena kita hanya perlu berteriak saat itu.
|
|
Minta maaflah juga jika kita pernah mengecewakan para pedansa ceria. Para rambut gimbal yang rela menunggu pagi hanya untuk menunggu dengung di kuping mereka hilang karena sentuhan melodi kita. Tak usahlah cemberut meskipun aku pernah membuatmu hampir berkerut. Itu hanya ego sesaat, aku terpanah pada hati yang tertutupi paksaan diri. Tapi kamu lah yang terbaik disini, kamu yang telah membentuk aliran kita sendiri.
|
|
Meskipun kamu terbaik, kamu tidak selalu mampu untuk terus meyakinkan bahwa kita bisa terbang dan berkibar selembut Bendera yang kita nyanyikan. Kita mendapat nomor urut pertama untuk menunjukan kedahsyatan kita untuk mengajak mereka berkaki telanjang, tak usah di sesali mesipun kita bukan jadi yang pertama saat itu. Tapi kita berhasil menaklukan lagu Bendera untuk menjadi yang kedua dan tampil dua kali sekaligus. Dengan catatan hilang ditengah peredaran karena kebiasaan si Bendot mlengos dengan ketukan dan kemahiran si pecinta wanita berimprovisasi, masih ingatkah?
|
|
Tak perduli kita menjadi yang nomer berapa. Yang kita tahu hanyalah iringan nada yang selalu membuat mereka semua kecanduan. Meskipun tidak separah pecinta wanita ini, tapi kita membuat mereka bahagia. Jangka waktu yang tak pernah kita sadari bahwa kita memang yang kedua hadir di kota ini sebelum semua menjamur seperti saat ini.
|
|
Tak Perduli juga jika si kribo selalu terdiam. Dia sebenarnya tidak terdiam karena perasaannya yang mungil, namun dia terdiam karena irama pada efek yang dia bolak balik kan begitu mempesona. Begitu terpesona hingga pipi merah meronanya di kempotkan dan selalu menatap kosong kedepan
Lihatlah, kribo terdiam pun semua didepannya merasuk kedalam panggung dan berdiri di depannya. Untuk mengajarinya bergoyang. Itu semua karena satu frekuensi yang sama.
Hingga akhirnya kita semua menemukan malam hari. Malam hari yang begitu berbondong - bondong.
Seperti gerombolan gagak yang pulang sore dan berbaris. Mereka juga gagak, mereka berbaris dan laris dalam menghabiskan keringat mereka bersama di depan mata kita semua.
Tak perduli seberapa lama mereka berdiri. Bandingkan saja dengan keluhan mereka semua saat mengikuti upacara, selalu mengeluh bukan? hari itu mereka tidak pernah mengeluh karena berdiri, bahkan semacam mengajak si duduk untuk meloncat - loncat.
Mereka tak pernah merasa keberatan meskipun yang mereka hadapi selalu merasa keberatan dengan berat badannya.
Bahkan mereka saling menjunjung tinggi agar bisa menikmati dansa dengan cara yang berbeda. Menikmati dansa di tengah hingar bingar hilangnya semua energi kita pada ribuat watt disekitar kita.
Bukankah kita semua merindukan pemandangan seperti ini kawan? pemandangan yang selalu menhampiri mimpi kita sebelum membersihkan asap dan abu tembakau di motor kita masing - masing.
Mereka semua masih berdendang, bagaimana dengan kita?
Semua sudah berjalan seperti waktu dan masanya. Aku hanya memutar lagu yang pernah kita putar dan cari nadanya. Belum ada media baru diantara kita yang mana dengan mudah memprediksi jatuhnya do dan re ada dimana. Belum ada media baru yang begitu cepat untuk memberitahukan keberadaan kita. Yang kita tahu hanyalah sunset dan sunrise. Jika diantara kamu berada di suatu tempat saat ini, sudahkah kalian merokok sambil menikmati Coffe Mix yang biasa kita buat dirumahku?
|