Kamis, 13 Juni 2013

Menjadi Pemanis

Menjadi pemanis tidak harus sadis dan mengemis. Mengemis untuk mendapatkan tetesan tangis yang mengalir deras pada saluran yang dipasang dengan batu dan lubang semen. Lubang yang sudah bergaris dan berbentuk seperti kue lapis mulai ditinggalkan karena makin menjamurnya kue pelangi. pelangi yang warna warni dengan merah jingga atau jingga jambon. Belum ada yang sepenuhnya memahami jingga itu apa dan pink itu apa. Semua terasa pas saja jika kulit putih bermata sipit yang memakai. Aku tidak sedang berbicara mengenai seleraku, aku hanya berbicara mengenai pemanis, pemanis yang selalu tertindas karena ego langit yang selalu mega mendung dan guntur menggelegar.

Menjadi pemanis tidak berlu berlarian kesana kemari karena pemanis merupakan pemanis. Pemanis bukan berasal dari selai yang di hinggapi keju atau coklat misis. Pemanis bukan juga yang di bakar bersama martabak manis diatas wajan alumunium. Pemanis tentu saja memiliki hak untuk terus berhembus hingga tulang rawan ekor bisa memanjang. Memanjang seperti kera sakti dan goku. Memanjang bukan hanya untuk menjadi besar, namun menjadi bebas. Bebas untuk berjalan kemana saja dengan raga yang besar dan jiwa yang teriris.

Menjadi pemanis memerlukan garam untuk menyeimbangkan diri. Menyeimbangkan diri agar bumbu - bumbu dapur yang lain tetap dapat melayani majikannya. Pemanis tentu saja tidak menyadari bahwa dia punya saingan micin yang berbahan dasar MSG. Tentu saja ini menjadi lawan terberatku. Hingga saat ini berat badanku mencapai 67 KG pun disebabkan oleh MSG dan malam hari yang sendiri. Aku hanya butuh untuk stabil pada tahap 65 KG agar aku bisa berlari dan lay up tepat di bawah ring, tidak melulu shooting. Bagaimana bisa aku menjadi enam puluh lima jika pemanis selalu merengek untuk masuk pada teh yang setiap pagi di sedu oleh ibu ku?

Menjadi pemanis perlu mistis yang kuat. Mistis yang mampu memberikan kejutan agar aku benar - benar terkejut. Bahkan jika perlu bulu kuduk merinding dan mata menganga. Menjadi pemanis tidak harus kembali kesana kemari karena masih terpana pada panah arang. Arang hitam yang terus berbekas dari tahun 2010 hingga 2013 ini. Menjadi pemanis selalu tidak ingin tergantikan posisinya karena pemanis selalu menginginkanku untuk hadir di sedu teh nya. Menjadi pemanis pun tidak perlu selalu mengucir rambutnya jika aku mengatakan aku menyukainya. Menjadi pemanis adalah mempengaruhi pikiranku agar aku bisa mengembalikan 65 KG ku. Agar aku bisa tahu bahwa menghisap asap tembakau itu berbahaya. 

Menjadi pemanis adalah tuntutan agar teh yang di sedu setiap pagi benar - benar manis. Menjadi pemanis adalah peran utama bukan karena diksi nya, tapi karena pengaruhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan di Respect