Selasa, 21 Mei 2013

Tanam Mundur

Budaya jawa memiliki beberapa susunan kalimat yang biasa di singkat atau sering disebut dengna parikan. Salah satu parikan yang paling populer adalah Tandur, singkatan dari Tanam Mundur. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan proses petani yang menanam padi atau jenis tanaman apapun di sawah dengan cara mundur dalam menanam. Jadi dimulai dari yang paling depan, lalu mundur ke belakang, alasanya adalah agar tanaman yang sudah ditanam sebelumnya tidak terinjak - injak. Sebenarnya ada makna dibalik itu, dengan menanam, maka orang terbiasa membentuk 90 derajat untuk proses menanam. Ini dilakukan oleh orang jawa sehingga jika bertemu orang yang lewat di depannya biasa mengucapkan "nyuwun sewu". Artinya buka meminta uang seribu, tapi ijin untuk lewat didepannya. Seperti itulah sekiranya budaya Tanam Mundur yang diterapkan oleh orang - orang jawa.

       ------------------------------------------------------------------------------

Photo and edit by : @andrihariini

Sabar cah :)

Pohon pisang sudah melebarkan sayap untuk berteduh para anyaman rumput kecil yang bergoyang. Matahari sudah menghilangkan penat yang sempat dipantulkan oleh bulan. Tanah sudah siap membuka aliran infiltrasinya untuk mengisi perut dari kelaparannya. Dan Bintang sudah mempersiapkan diri untuk memakai topi tani dan alat siram untuk mengisi liburannya. Tidak mengigau para raja jijik jika bertemu cacing atau bertarik suara jika bertemu gelombang air sungai, semua sudah dipersiapkan dengan baik oleh bunda Nety dan kak Bunga untuk berbagi kebahagian pagi ini. Semua sudah siap, tinggal tanggal kesibukan saja dan restu dari sang Pencipta Semesta.

Semua mengadap ke selatan untuk mendapatkan bayangan dari Matahari, perlahan diajari untuk menyadari bahwa ada nyawa dibawah bayangan yang tergaris rapi. Perlahan tapi jelas semua menghadap ke arah bayangan lalu mendengarkan senyuman khas dari bunda Nety. Semua mengambil pacul mini, sekop mini, dan alat siram. Sebagian berputar pada kebahagian dengan kak Bunga untuk menyambut bibit hijau yang mengkilau karena tetesan embun. Belajar dari awal awan yang bermula dari A. Perlahan mereka dipertemukan dalam gundukan tanah basah bekas air mata bumi. Rasanya tidak asin, tapi hangat seolah ingin dipeloh oleh tanaman yang sudah di persiapkan oleh kawan - kawan Bintang. Semua ceria, semua bahagia, termasuk cacing bergeliat dan membungkuk karena kepanasan.

Hari ini belajar dari bawah untuk jongkong dan duduk. Semua untuk melihat apa yang selama ini jadi pijakan diri. Untuk berpijak, semua harus melihat grafitasi yang mengikat akar ini dan tidak untuk dipalingkan. Untuk di indahkan prosesnya dan hasilnya. Belajar Tanam Mundur untuk mengatur pola teratur. Bukan untuk membatasi, tapi untuk mengihasi, semua sudah di siapkan oleh kak Bunga dan bunda Nety.

Tanam Mundur berarti juga berbaris tegak menghendak yang bertindak. Berlaga untuk menghidupi nyawa dari cahaya di pencakar langit. Terang benderang untuk genderang di kotak pematang. Perlahan di peluknya tanah oleh logam tajam yang dibawa Bintang, tanah terus dirayu untuk berpindah tempat dan lebih dalam. Seraya meng-iya-kan, bibit tanaman yang sudah di bawa kawan - kawan pun mulai di tancapkan pada rayuan tanah. Perlahan dengan pasti mulai dikembalikan. Bintang memastikan bahwa rayuannya kali ini bukan gombal, bukan untuk meminta sesuatu seperti yang dilakukan dengan mama nya. Dia hanya berlatih untuk mengerti bahwa melihat akar yang diikat oleh grafitasi berarti harus merelakan untuk tidak berdiri. Mengerti bahwa dua lubang hidup setiap hari menjadi pintu tol bagi dinamo jantungnya. Semua mulai memahami ketika kak Bunga mecontohkan cara jujur terhadap tanah. Didampingi bunda Nety yang menjelaskan bahwa merayu tanah dan bertanggung jawab atas rayuan itu untuk diisi dengan tanaman berarti memperpanjang generasi, berarti pula berlatih untuk tunduk pada grafitasi, dan berarti pula untuk memahami cara permisi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan di Respect