Begitu banyak para pemuja kreatif yang mengangkat tubuh mereka dan menghabiskan setiap tetes keringat keras mereka pada kemacetan dan tantangan hidup. Begitu banyak dari mereka yang harus berjuang untuk mengalahkan kecemasan mereka sendiri pada hiruk pikuk roda dua yang entah dikemanakan etikanya. Semua berfikir tentang realitas dan mimpi. Semua itu benar - benar nyata, dalam kota impian yang segala nya ada. Lalu bagaimana dengan kota yang tidak pernah mereka impikan sama sekali? tidak adakah sedikit saja langkah surga untuk menikmati hal yang sama? Semua bisa sama, cuma cara menikmatinya yang berbeda. Dan sekali lagi para remaja masjid membuat realitasnya sendiri. Menantang impiannya mereka sendiri, bahkan rela untuk meneguk ludah mereka sendiri melihat impian mereka yang begitu banyak di kota impian. Satu hal dari remaja masjid. Mereka selalu berusaha untuk menciptakan realitas mereka sendiri, karena mereka sudah terlalu jenuh dengan sebutan "kota mati". Semua kota hidup, semua kota bernyawa, dan semua kota bisa saling berirama. Hanya saja caranya yang berbeda, itu saja.
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Antrean begitu panjang membentang ketika aku dan beberapa kawan kuliahku mencoba untuk terus menikmati sebuah karya layar lebar dari negri yang memiliki tembok bernama. Begitu rela dari kami semua menghabiskan energy demi menyaksikan efek studio dan kemahiran para juara layar kaca untuk bersitegang secara alur di kertas, sekalipun beberapa kali dari mereka mencoba mengimprovisasinya sesuai dengan bentuk penjiwaannya.
Sesaat setelah kepulanganku ke kota asal yang terkesan mati. Justru aku dikejutkan oleh banyaknya investasi. Bukan dalam bentuk materi, tapi dalam bentuk mimpi yang menjulang tinggi. Mimpinya bukan untuk di gapai, tapi untuk dinikmati. Ini sungguh kenikmatan yang aku rasakan sebagai orang yang hidup di kota mati. Begitu banyak antusiasme dari penikmat layar lebar dan penyusun naskah layar lebar hingga secara eksekusi. Mereka semua menikmati caranya mereka untuk membuat mimpi yang menjulang tinggi ini benar - benar hidup di benak mereka, sungguh!
1. GunungDiana
Pemutaran di daerah GunungDiana |
Daerah ini termasuk daerah "pedalaman" di wilayah Banjarnegara. Banjarnegara saja sudah terhitung pedalaman jika dibandingkan dengan kota besar seperti yang kalian tinggali saat ini. Namun itu hanyalah secara administratif dan formalitas belaka. Sejatinya disini tumbuh hasrat yang besar dan bakat - bakat yang luar biasa. Lihat saja para orang yang katanya pedalaman ini, justru mereka sangat menikmati karya - karya sederhana yang bermakna. Mereka tidak membutuhkan efek terbang dan ban berputar seperti film Batman atau efek alam buatan yang ada di film avatar. Yang mereka butuhkan sederhana sekali, bisa membuat mereka tertawa dan kumpul bersama. Berteduh ditengah dinginnya malam dan menikmati sebuah layar lebar dan pastinya tidak perlu mengantri panjang :). Disisi itu, para pembuat skrip layar lebar menemukan makna untuk berbagi ide dan gagasan. Itu saja. Seperti yang ada di dalam kenikmatan bumi timur ini, berkempul dan menikmati karya secara sederhana. Sungguh luar biasa GunungDiana ini. sungguh!
2. Semampir
Pemutaran Film di desa Semampir |
Hadi Saputra "Ringgo" dari IKJ sebagai salah satu kreator "kita harus putar film" |
Proses Diskusi setelah penayangan film indie |
Menengok agak lebih ke belakang. Banyak sekali diantara manusia istimewa yang meninggalkan kota ini rela untuk kembali dan berbagi kasih melalui layar lebar. Mereka tidak peduli dengan apa yang sedang mereka hadapi saat ini, jarak yang jauh dan biaya yang tidak murah. Mereka "trabas" itu semua, mereka hanya memikirkan bagaimana caranya agar karya para sineas muda lokal dan penikmat "kumpul bersama" bisa menikmati sebuah layar lebar yang bermakna. Tidak perlu berbondong - bondong semua, cukup bagi mereka yang mau menikmatinya dengan ikhlas dan berkumpul bersama. Cukup dengan sound "rumahan" dan kursi "RT-an", mereka semua diajak duduk bersama dan berdiskusi. Tentang karya sineas negri mereka yang katanya mati. Si Ringgo ini salah satu diantara puluhan REMAJA MASJID yang memilih jalan ke surganya melalui cara seperti ini, sedekah dengan keikhlasan ngobrol bersama tentang film. Sederhana saja, tapi sangat mengena.
3. Sokanandi
Persiapan acara pemutaran |
Saat pemutaran berlangsung |
Bayangan tentang impian itu semakin terlihat nyata. Setelah world of mouth versi jawa bertindak, kini banyak para relawan kebahagiaan dari desa meminta agar mereka bisa berkumpul dan menikmati sebuah karya bersama. Mereka ingat di tahun 80an ketika mereka berbondong - bondong menuju alun - alun kota hanya untuk melihat film dari jakarta. Para relawan kebahagian dari desa dengan sarung style nya merindukan hal itu. Diajaklah para remaja masjid untuk menambah pundi - pundi amal mereka. Kali ini desa Sokanandi yang menjadi tempat beramal remaja masjid. Terkejut? pastinya. Siapa sangka mind set orang bersarung itu begitu membara. Andai saja mind set itu masih tersebar secara cetar membaha di seluruh desa di Banjarnegara, yakinlah para remaja desa siap memotong sapi untuk perhelatan akbar seperti ditahub 80an dulu. Menancapkan layar lebar ditengah alun-alun kota. Namun saat ini mereka punya cara sendiri untuk berkumpul. Dengan film, mereka akan berkumpul dan berbondong - bondong untuk film. Sederhana saja, film mengumpulkan kisah cinta mereka pada era keemasan mereka. Mengumpulkan mereka kembali dengan kenangan nyata. Semua berkumpul, semua bergurau, dan semua menikmati layar lebar sederhana.
4. Kita Harus Putar Film supported by Festival Film Solo
para penikmat layar lebar sedang mengisi data |
salah satu karya yang masuk di FFS yang ditayangkan |
Pemateri dari kang Bowo Laksono dan Hadi "Ringgo" Saputra |
Proses Diskusi setelah pemutaran |
Melihat begitu banyak antusias dari kegiatan - kegiatan sebelumnya. Para Remaja Masjid memberanikan diri untuk menampilkan karya yang tidak seperti biasanya. Karya - karya yang diseleksi melalui sebuah festival akbar di Solo, ya.. Remaja Masjid mencoba memberanikan diri untuk memutar karya - karya maha dahsyat itu. Untuk memberikan referensi tentang bagaimana cara sederhana mereka selama ini dan memberikan motivasi bahwa karya sederhana mereka bisa di teteskan keringatnya untuk berprestasi. Mas Galih --salah satu inisiator Kita Harus Putar Film-- mengajukan permohonan kepada panitia Festival Film Solo untuk meminta data karya yang masuk dan akan diputar di salah satu tempat yang nan asri, Pikas namanya (Pinggir Kali Serayu). Alhasil di ijinkan oleh pengurus Festival Film Solo untuk mengadakan pemutaran di Banjarnegara.
Selain itu, diajak juga pembicara yang sudah menjadi mbahnya film indi yang tinggalnya tidak jauh dari kota ini. Kang Bowo Laksono. Istimewa sekali! Dalam keadaan hujan dan jarak yang jauh, Kang Bowo rela untuk berbagi. Dia menceritakan semua yang telah dia lakukan selama ini agar para penikmat layar lebar bisa memahami dan mengerti seluk beluk proses dibalik layar lebar itu dan bagaimana agar mereka bisa memproduksi. Ditambah laki secara teknis oleh Hadi "Ringgo" Saputra yang sudah semakin mahir dari hari ke hari tentang teknis pembuatan film di IKJ.
Pemutaran saat itu di dedikasikan untuk para pencari kebahagiaan sederhana melalui layar lebar. Kegiatan pemutaran itu juga menjadi salah satu partisipasi nyata bagi siapa saja yang ingin berproduksi. Sederhana saja, karya ini bukan untuk dibawa mimpi saja, namun harus dibawa terbang tinggi. Film merupakan mediasi yang sangat sederhana untuk berekspresi. Dari layar lebar itu, bisa menjadi layar keemasan dan berkilau di hati kita masing - masing. Untuk para penikmat yang berproduksi, ini merupakan moment pembuktian bahwa karya film indie sangat bisa membangun asa dari hal sederhana menjadi hal luar biasa. Untuk para penikmat layar lebar, ini merupakan momen dimana mereka bisa berkumpul dan menikmati teh bersama dengan sinar begitu terang di depannya, lalu ngobrol asik dengan sesama penikmat. Bukankah hal sederhana itu tadi selalu membangun sebuah era?tentu saja. Para penikmat yang berproduksi tadi telah membuat era yang luar biasa!
Remaja masjid tidak berhenti sampai titik ini saja, nantikan episode pemutaran selanjutnya dan ulah para remaja masjid yang selalu mencari peluang untuk menuju surga :)
Peluang menuju surga. :)
BalasHapusHarus dong!!! sudah diajarkan di Tk hingga SMA kan?hehehe
BalasHapus