Minggu, 29 Juli 2012

The Power Of Limitedness


Bulan November sepertinya tak henti - hentinya menyajikan suguhan yang sangat menarik dalam perjalanan nafas ku. Begitu banyak hal yang terlintas dan memiliki rambu - rambu yang sama yaitu pikiran. Pikiranku selalu berawan ketika masuk bulan november. Jika aku menelisik ke beberapa tahun yang lalu,mungkin ketika aku sedang duduk dibangku penuh tulisan tipe - X. Ya sekitar SD beranjak ke SMP. Aku pernah bermain game berjudul Harvest Moon Back to Nature. Sepetinya aku genggam dalam ingatanku saat itu masa - masa bahagiaku. Selain aku berenang disungai dan melewati sinar matahari bersama puluhan teman-teman didesaku, aku mengingat betul pengalaman ku itu. Permainan Harvest Moon membuatku seolah dekat dengan alam dan binatang pliharaan. bagaimana tidak, aku dimediasi oleh produsen game untuk mencoba menjadi petani virtual. Aku bisa berkeliling desa menggunakan kuda, dan akupun memiliki kewajiban panen terhadap kebunku. Ah,mungkin aku tak bisa melupakan hari - hariku saat itu. penuh ceria, tawa, canda, dan juga aku seolah menjadi wirawsastawan baru.

Aku mencoba mengingat pengalaman itu kembali ketika aku bertemu gadis cantik yang memiliki kulit lembut serta senyuman yang khas. Terkadang ia malu untuk memperlihatkan pola giginya yang cenderung kurang rata. Namun senyumnya kala itu benar - benar membuatku teringat akan masa kecilku. November 2011 lalu aku dipertemukan dengan saudaraku yang bermukim di Jakarta. Aku tidak menyebutkan nama dan alamat dan dia siapa, tapi aku ingin menceritakan betapa bahagianya aku bisa bertemu gadis manis itu. Dengan nada  dasar (mungkin re) anak itu mulai memanggil namaku "haloo om dirga..." dan mulai menyusun kalimat untuk memperkenalkan diri. Mungkin dia sedikit lebih aktif untuk memperkenalkan diri didepanku disaat aku menata tas dan beberapa perlengkapanku. Saat aku mulai sedikit tenang dan duduk didepannya,dia mulai menggerakan kedua tangan dan memainkan rambutnya, mungkin dia ingin menunjukan betapa halus rambut yang dia miliki.

Bau wangi nya memang tak terbantahkan, gadis kecil itu memang sangat peduli dengan dirinya. Sesekali aku berfikir bahwa orang tuanya memang sangat peduli terhadap penampilannya. Sungguh aku seperti ditampar oleh uang jutaan milyar,mengapa?karena pasti aku kan menerima tamparan itu. Namun analogi tamparan itu seolah berbeda dengan imajinasiku. Aku melihat sisi manis bocah itu, tapi disaat itu pula aku melihat sisi bola putih dan hitam bercampur aduk memancarkan cahaya yang bersumber dari matanya. Ya, Dia hidup di keluarga besar yang pnuh dengan kecukupan, namun dia memimiliki seorang ayah yang bisa disebut "peter pan syndrome". Pahamilah bahwa jenis permasalahan itu sewajarnya terjadi pada keluarga yang berkecukupan dimana mereka akan memanjakan anaknya. Sayangnya peter pan syndrome itu menjadikan ayah dari gadis itu seperti temannya. Dia merasa lebih nyaman bermain dan berimajinasi dengan ayahnya daripada bersama teman - teman seusianya. 

Baju hitam bercorak batman dan celana pendek casual selalu dipakai oleh ayah gadis tersebut. kacamata tipis selalu menggantung dengan rapih di lekuk muka bulatnya. Sang ayah selalu mencoba menawariku untuk bermain layaknya anak - anak. Pertama kali aku berasumsi bahwa ini adalah metode yang digunakan untuk pendekatan terhadap anaknya. Setelah 24 jam aku berada dirumah itu aku baru paham bahwa tingkah yang ditunjukan oleh sang ayah benar - benar berbeda. Goresan rapi pada papan tulis kecil dikamar gadis itu begitu tertera bahwa dirinya masih merasa diusia anak - anak. Ya usia yang penuh dengan imajinasi anak - anak. Tidak lah aku berfikir tentang tanggung jawab seorang ayah, tapi yang aku pikirkan adalah bagaimana sang ayah mampu membuat gadisnya tersenyum dan bahagia. Gadis berambut hitam halus bak iklan shampo pantene itu selalu tersenyum dan tertawa ketika bermain dengan ayahnya.

Hitungan kecil tambah - tambahan hingga perkalian matematis mampu dilewatinya dengan baik didepanku. Tak lain adalah peran sang ayah yang begitu dekat. Mataku tak pernah bisa terpejam dengan baik melihat hal ini. Bagiku,ini adalah kesempatan yang tidak bisa dihitung dengan matematis. Aku diberi kesempatan untuh melihat kuasa Allah bahwa kebahagiaan manusia sesungguhnya bersifat temporari dan tidak bisa diukur dengan apapun. Bagaimana tidak,saya yakin orang lain akan sedikit terkejut melihat pola komunikasi yang ditunjukan antara anak dan ayah ini, bahkan cenderung terucap kata "kasihan ya mereka" namun bagi gadis itu,ini adalah berkah yang luar biasa agar dia bisa berimajinasi tentang makna dari kata - kata bahagia. well, disini aku mulai berbenah untuk menentukan cara aku bersyukur melihat masa kecilku dan menentukan hal apa yang bisa aku lakukan agar kelak anak ku nanti bisa merasakan bahagia yang sebenarnya seperti yang ditunjukan oleh ayah sang gadis tersebut. Kekurangan bukan berarti sesuatu yang tidak bisa melakukan apa - apa. Dibalik kekurangan itu banyak timbul kelebihan yang tersusun untuk membentuk kekuatan baru. Seperti yang terjadi pada gadis itu. Ia mampu berfikir cepat, tepat berhitung matematis, dan cerdas mengolah kata untuk bercakap - cakap. Sudahkah semua orang tua yang "normal" mampu membuat anaknya bahagia dan memiliki kelebihan seperti itu? :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan di Respect