Ayunan daun di seberang pandang mata, membawa satu kotak yang ditemani hujan. Senyum simpul muncul tak beraturan saat musik menggema dan yang lain tertidur pulas saat hujan. Hujan, musik, tidur pulas adalah alasan yang sangat tepat saat Puasa. Bongkahan kotak perlahan masuk pada jeruji balkon kamar empat kali tiga. Suaranya gemuruh, mungkin gedung sebelah juga memakai genting yang sudah lapuk. Rasanya ingin ku teriakan " Pak, sudah saatnya genteng kosan mu di ganti, oh tidak, tutup saja tirai besarnya itu, aku tak mau dituduh mengintip anak kos mu yang katanya cantik". Cih, cantik apanya, mereka semua rata. Aku gusar karena pandanganku dan kotak yang datang bersama hujan terkadang terganggu rasa bersalah duduk di balkon.
Oh iya, Rindu. Aku meliht rindu. Itulah sebabnya mengapa kotak itu mulai datang perlahan. Padahal secara realita, di sebrang berwarna merah marun dan tinggi menjulang. Tapi imajinasiku berkata bahwa aku diijinkan untuk melihatnya sebagai kotak yang berisi rindu. Minimal, aku berharap kotak itu dapat membawaku untuk 3 tahun kebelakang. Pun jika kotak itu tak mampu, justru aku ingin berada saat di bangku SD, agar rindu tahu bahwa dia membawa lelah pada diriku. Kali ini aku tidak bisa bersaji dengan kopi, kenapa? ah retoris. Terlalu retoris untuk dijelaskan. Apalagi dengan sebatang rokok, sudah cukup dua infus berinfiltrsi dengan kulit ku kala di panti rapih itu gegara rindu datang di malam dan rokok.
Namun aku ingin bertanya pada kotakyang membuatku diijinkan untuk berimajinasi tentang rindu, sebegitu cantik kah istilah - istilah mu sehingga hujan berasosiasi dengan mu? atau aku hanya heran, justru saat ini kamu begitu cantik?lalu kemana saja diriku sejak berteman denganmu sedari SD? Sekolah Dasar yang mengajarkan ku akan rindu. Rindu...rindu...rin..........du...... Sial!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan di Respect