Yang Pertama
Permana betampang perlente
Selalu merapat sejajar yang betele-tele
Orasi keras mengapit tongkat pinggul
Topi rantang sudah jadul
Memekik nan pecak perlahan
Memaksa untuk bertahan
Tapi neneknya merengek ketakutan
Sampai mati bebeknya tak akan mereka keluarkan
Siul-siul malah merumbai di atas atap
Durhaka sekali anak yang gelap
Bohongi umur dengan nafsu
Sementara telinga malaikat tak dengar namanya berjalu
Rasanya bidadari tidak tidur
Melambai buah kasih di depan dhuhur
Dibelakangnya jeruji api melarikan diri
Dari Jahanam ke bumi pertiwi
Buah-buahan diambilnya
Tapi yang busuk memanggilnya
Itulah asap
Pengap-hingga selamanya mata terlelap-
Lalu ayahnya berangkat naik pangkat
Tapi fosil anaknya masih susah tuk diangkat
Makin panas saja Zaenudin M.Z. bermimbar
Hingga menjalar-panas yang lebar
Dahulu, para penyair udara mendahului
Otaknya ditinggal, gonggonganya disyahdui
Itulah pertunjukan permana yang purnama
Letak mediokritasnya jadi tinggal nama
Sebuah lamunan Sholeh dalam kebingungan dia antara prioritas "menjemput pagi dan "mengantar sore". Dimana Sholeh hanya memandang langit dan buku - buku diatas balkon kosannya. Dia masih begitu memikirkan, bagaimana cara dia menyampaikan kepada temannay bahwa Banjarnegara bukan sebuah kota kecil yang lemah. Prosa Sholeh hanya dibuat berdasarkan lamunan yang menatap awan, sehingga dia mampu menciptakan sedikit lamunan tulisan tentang permana dan purnama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan di Respect