Selasa, 17 Mei 2011

Yang Pertama

Yang Pertama

Permana betampang perlente

Selalu merapat sejajar yang betele-tele

Orasi keras mengapit tongkat pinggul

Topi rantang sudah jadul

Memekik nan pecak perlahan

Memaksa untuk bertahan

Tapi neneknya merengek ketakutan

Sampai mati bebeknya tak akan mereka keluarkan

Siul-siul malah merumbai di atas atap

Durhaka sekali anak yang gelap

Bohongi umur dengan nafsu

Sementara telinga malaikat tak dengar namanya berjalu

Rasanya bidadari tidak tidur

Melambai buah kasih di depan dhuhur

Dibelakangnya jeruji api melarikan diri

Dari Jahanam ke bumi pertiwi

Buah-buahan diambilnya

Tapi yang busuk memanggilnya

Itulah asap

Pengap-hingga selamanya mata terlelap-

Lalu ayahnya berangkat naik pangkat

Tapi fosil anaknya masih susah tuk diangkat

Makin panas saja Zaenudin M.Z. bermimbar

Hingga menjalar-panas yang lebar

Dahulu, para penyair udara mendahului

Otaknya ditinggal, gonggonganya disyahdui

Itulah pertunjukan permana yang purnama

Letak mediokritasnya jadi tinggal nama


Sebuah lamunan Sholeh dalam kebingungan dia antara prioritas "menjemput pagi dan "mengantar sore". Dimana Sholeh hanya memandang langit dan buku - buku diatas balkon kosannya. Dia masih begitu memikirkan, bagaimana cara dia menyampaikan kepada temannay bahwa Banjarnegara bukan sebuah kota kecil yang lemah. Prosa Sholeh hanya dibuat berdasarkan lamunan yang menatap awan, sehingga dia mampu menciptakan sedikit lamunan tulisan tentang permana dan purnama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan di Respect