Senin, 09 September 2013

Ego

Hempasan suara roda empat pada tengah pagi ini seolah mengajak aku untuk mengalir. Seperti hilir air dimataku yang semakin terjatuh pada gravitasi wajahku. Aku terperosok pada pagi yang begitu pekat dengan embun. Aku mulai menari pada frekuensi dini hariku yang selalu berlampiaskan ego terbesarku. Ego dimana aku selalu merasa bahwa aku yang memiliki diriku sendiri. Ego yang tak bisa melihat orang yang dititipkan melahirkanku dan memprosesku secara biologis di bohongi oleh jeritan hedonis sejenis. Hedonis yang selalu menamakan Tuhannya sebagai pelindung pusaka kehidupan.

Aku Menjerit seperti mesin roda yang selalu berputar pada poros motor. Seolah dipaksa untuk memindahkan giginya demi laju yang lebih cepat. Kadang aku pun di bantu oleh kampas kopling yang setia berproses utuk ber-reingkarnasi kempali pada roda depan aga aku selamat dari lubang aspal yang tidak bertanggung jawab. Semua karena ego yang entah datang dari mana dan muncul tiba - tiba. Untuk itu maka aku mulai merintis pagi hari dengan balutan selimut coklat bercorak lumba - lumba yang di bawakan Ananda saat dia menyebrangi selat jawa untuk melihat dirinya bahagia di atas pulau dewata.

Setelah aku merasa hangat, aku tetap berputar lagi, lagi, lagi, dan lagi pada ego ku yang selalu menerkam jari - jari kecilku. Aku mulai meremas rambutku agar semua pikiranku bisa terbawa hanyut dengan segala angin malam yang melintasi pohon rindang di depan kamarku. Aku hanya bertaut pada ego yang semakin kasar, ego yang semakin menguasai diriku.

Seketika aku berfikir seolah sepasang sepatu yang diusung dengan tali simpul akan selalu lepas dan tergantikan oleh tali pati. Tapi tampaknya itu tak semudah aku mengunyah mie lidi di malam hari. Itu tak semudah saat aku memilih jenis rumput laut seleraku. Sepasang sepatuku yang hitam, maaf, aku pernah memilihmu dengan sangat bahagia dengan corak warna merah yang ada di pelipis kakimu. Namun entah mengapa kini sepasang sepatu hitam itu juga mulai lenyap oleh egoku.

Hedonis berbalut nama Tuhan yang selalu merasa dirinya introvet. Hedonis yang selalu menganggap semua seolah baik - baik saja. dan hedonis yang selalu menggunakan kesempatannya untuk melindungi bocah yang tak kenal etika. Bocah yang selalu merasa dirinya dibutuhkan. Semua hanya butuh mesin roda,agar aku bisa berputar, dengan malam yang jujur, dengan hembusan yang tenang, dan dengan tatapan yang diam.

Cukup saja aku ingin mengikat pingganggu dengan celana coklat susu, agar aku lebih elegan saat aku berkendara, sehingga mesin roda motorku dapat menyapaku dengan baik dan berkonsentrasi baik dengan kampas kopling yang malang itu. Hanya saja.....hanya saja ego itu mampu aku tenggelamkan dengan cepat. Hanya saja...